Sunday, December 21, 2008

Dilema manusiawi dan hewani

Kemaren, saya dapet undangan mancing dan makan bareng sama temen kampus. Kebetulan, Sabtu itu saya lagi dirumahkan dari kerjaan Borobudur sama atasan. Daripada nggak ada kerjaan, bengong-bengong--males bikin tugas yang males dikerjain, akhirnya saya mengiyakan rencana itu.

Kayaknya kegiatan ini cukup berprospek juga soalnya ini kali pertamanya saya mancing. Temen-temen cowok saya, seperti biasa, ketawa hina terus ngatain saya anak perumahan yang nggak pernah gaul dengan alam. Biarin! Yang penting dikesempatan pertama ini penasaran juga kepengen mancing ikan yang katanya butuh kesabaran ekstra.

Tapi saya menemukan kenyataan lain dalam kegiatan mancing ini. Bukan kesabaran atau ketabahan, itu bullshit abis. Yang ada adalah pembantaian keji terhadap hewan-hewan tak berdaya! Standar pertama dalam mancing yaitu butuh alat pancing antara lain, benang, umpan dan senjata ampuh paling ngeri, kail!

Umpan pelet di tusukkan ke kail biar ikan-ikan tak berdosa itu tertipu dan memakannya. Lalu benang pancing dilempar ke kolam. Dalam penentuan lokasinya tentu harus ke tempat dimana ikan-ikan itu berkumpul. Agar ikan lari-lari kita harus sepelan mungkin bergerak dan jangan ribut. Setelah itu tunggu sampai ikan itu ketipu dan tarik pancing pelan-pelan.

Kail yang kejam itu akan nyangkut dimulut ikan. Di sinilah dimulai bentuk penyiksaan binatang. Tangan tidak terampil seperti saya, membutuhkan waktu lebih lama untuk mencopot kail itu dari mulut si ikan. Erghh...kalo ikan bisa ngomong pasti waktu saya menarik kail dari mulutnya itu dia pasti udah meraung-raung kesakitan. Ada satu bawal yang sangat sial dimana kailnya nyangkut di ototnya yang keras dan kailnya ku otak-atik sampe' 15 menit. Arghhh parah....!

Pembantaian berikutnya adalah pembersihan ikan untuk siap dimasak. Ternyata bawal-bawal yan berhasil dijaring itu masih hidup walaupun udah nggak diair selama setengah jam. Mulutnya masih megap-megap. Insangnya masih berharap oksigen dalam air. Hiiii...pelaku utama adalah seorang arek suroboyo, yang membanting kepala ikan dengan kecepatan 60 km/jam. Pelaku kedua adalah keturunan darah Palu dan pelaku ketiga adalah saya sendiri. Hiii...
Ketiganya dengan cukup sadis menarik insang keluar dari kepala ikan dan membelah perut untuk mengeluarkan isinya.

Maaf ya ikan... :

Mo jijik gimana, rasanya enak sih..

No comments: