Saturday, June 26, 2010

Finally, I got my own time!


Sudah lama tidak menenggelamkan diri membaca buku setelah 3 bulan (sok) sibuk. Berkencan dengan buku itu asyik, nggak perlu membaca buku yang berat karena hidup ku agak cukup memberatkan akhir-akhir ini. Makanya beli juga ni buku komedi. Salah satu penulis cerita komedi, dan penulis favoritku karena gaya tulisannya yang mengalir, selalu bikin ketawa, namun caranya merangkai kata tiap kata sangat memikat. Cara menulisnya--walaupun ini sudah buku komedi hidupnya yang kelima tetap terangkai dengan baik.

Raditya Dika, penulis buku personal-essay-comedy menyentuh hari-hari ku jadi lebih sering tertawa. Di buku kelima yang berjudul "Marmut Merah Jambu" merangkum cerita kehidupan cinta yang gagal, cupu, bahagia, unrequited love, hingga happy story. Ceritanya cukup jujur dan mengena. Dan, banyak mendapatkan pencerahan dari membaca buku ini tentunya. Hehehehe...

Pencerahannya tidak serta merta bagaikan dapat petuah. Nggak donk. Hanya membuka sedikit wawasan dan yang pasti refreshing otak setelah beberapa waktu yan penuh dengan tekanan.
Just grab the book on the store, setidaknya dapatkan sedikit pencerahan untuk hari-hari suram anda..

Saturday, June 19, 2010

S.O.S

Biarkan hujan meluruhkan rasa itu, karena aku tak mampu..
biarkan hujan menyapu sakit itu, karena aku tak mampu..
biarkan saja hujan membawa langkah itu keluar, karena aku tak mampu mengiringnya..


Saturday, June 12, 2010

Pereng: Suatu Kehidupan Yang Lain

Sebetulnya sudah lama sekali ingin menuliskan cerita ini. Tapi gara-gara jadwal padat dan another journey waiting, harus ditunda dulu. Hanya sekedar tulisan simpel untuk kenang-kenang bahwa eksistensi suatu pengalaman yang priceless bisa didapatkan dari mana saja. Termasuk dari satu kegiatan yang pada awalnya begitu ku benci.

Aku benar-benar mengeluh di awal pertama kali harus memulai kegiatan ini. KKN--Kuliah Kerja Nyata, yang selalu ku pikir akan sangat merepotkan. Habiskan waktu 2 bulan untuk tinggal jauh dari peradaban. Namun 2 bulan itu nyata seperti suatu kehidupan yang lain. Waktu di Desa bagaikan berdetak sangat lambat. Aku merasa seperti berada di dunia lain. Tanpa teknologi canggih, jauh dari buku-buku ilmiah--apalagi skripsi, dan jauh dari tempat bernama rumah. Awalnya aku betul-betul homesick disana. Bertemu dengan mereka, yang tidak ku kenal sebelumnya. Yang tidak pernah ku sangka adalah bersama mereka benar-benar tanpa masalah. Padahal dari awal sejak berangkat aku selalu menyiap mental dan cadangan mood kalo sewaktu-waktu bakalan ada orang yang reseh. Thanks God, for put me in there with all that stupid guys!
Meski aku tidak dapat meluruh bersama namun mereka jadi yang terbaik untuk didapatkan. Saya masih ingat ketika akhirnya harus keluar dari sana diiringi dengan tangisan perpisahan. Sedih namun dunia tetap berjalan. Aku kembali pada realita.

Pereng bagaikan satu kehidupan lain. Seperti mimpi yang membuat kita ingin lagi bertemu dan terbuai olehnya. Terbungkus oleh dimensi waktu yang berbeda. Dimana aku banyak belajar pemahaman dengan sudut pandang yang berlainan sisi. Waktu tidak bergerak, seolah melambat, dan aku menikmatinya. Bahkan sempat terbawa manisnya waktunya. Seolah lupa.

Aku tidak menyukai suatu awal dari perjumpaan, tidak pula menyukai akhir dari perjumpaan. Yang ku sukai adalah waktu diantara keduanya--dimana aku berproses didalam sana.