Sunday, February 21, 2010

Bad Story

Beberapa hari belakangan ini ada kejadian heboh di lingkungan sekitarku. Sebetulnya aku pengen menceritakan kisah yang menyenangkan--at least some happy ending story. Tapi sayangnya bukan. Kejadian heboh ini berasal dari salah seorang temen maen saya waktu kecil yang menculik keponakannya sendiri demi uang 10 juta. Berita itu sempat heboh dimana-mana dari koran lokal hingga tv nasional pun turut meliput kejadian tersebut sehingga mau tidak mau ceritanya heboh dan tersebar hingga kemana-mana. Jejaring sosial pun jadi tempat tercepat untuk saling bertukar informasi.

Sedih juga rasanya mendengar berita itu. Awalnya saya kepengen nggak percaya tapi kok penasaran dan akhirnya memang fakta yang berbicara. Bukan cerita yang mengenakkan apalagi datang dari seseorang yang kita kenal dengan baik. Sebagai teman sejak kecil dan juga pernah tetanggaan selama bertahun-tahun tentu saja saya mengenal seluruh keluarganya dan historisnya. Bisa dibilang teman baik semenjak kecil.

Rasanya saya pengen tanya padanya, 'apa yang ada dipikiranmu hingga melakukan itu?' bukan dengan nada memojokkan tetapi sekedar pertanyaan murni hanya ingin tahu. Bukankah sungguh menyakitkan rasanya apabila kita melukai perasaan keluarga kita sendiri. Mungkin hidup yang dia pilih begitu berat rasanya untuk dijalani hingga memutuskan mengambil jalan pintas yang mudah kelihatannya. Saya nggak tau, karena bukan jadi seorang teman yang baik bagi dia untuk menyandarkan masalah. Hidup terasa sangat berat untuk seorang perempuan berusia 21 tahun dengan seorang anak tanpa suami? Tentu saja. Mungkin pula tekanan keluarga dan tetek bengek lain yang hanya dia sendiri yang tahu.

Well, mate. Be strong. Don't doing that stupidity again.
Kesempatan kedua akan selalu diberikan Tuhan kepada makhlukNya yang bertobat.
Saya selalu percaya ada kesempatan kedua untuk segalanya.

Wednesday, February 17, 2010

Pop Up!

Waktu dulu jaman SMP, setelah murtad dari ekskul badminton kemudian saya berpindah aliran menuju ekstrakulikuler teater. Dari olahraga jasmani menuju olah raga dan jiwa. Ekstrakulikuler teater sendiri, awalnya bentukan dari mas-mas KKN-PPL di sekolah saya saat kelas 1 smp. Dipimpin kakak yang paling yahud sekelompok KKN-PPL itu sebutlah namanya yang tidak yahud itu mas Jonet. Dia ini otak dari kegiatan teater di SMP saya hingga berhasil menyelenggarakan satu buah pertunjukan puisi. Cuma satu aja, soalnya selepas KKN-PPL selesai, otomatis bubar jugalah kegiatan yang tidak resmi itu.

Namun, selama beberapa saat saya suka sekali dengan kegiatan itu. Mungkin, ada sedikit bakat alam dimana saya suka sekali menyelami berbagai macam emosi. Dan kegiatan seni tidak melulu hanya deklamasi namun upaya sebuah pengenalan karakter dan membidani ragam macam olah jiwa. Ok, kayaknya terlalu berlebihan karena saya hanya sebentar berkecimpung di dunia teater itu. Akan tetapi pengalaman itu cukup mengena di hati.
Oleh mas Jonet, saya dan beberapa teman dekat yang tertarik nyebur di teater, diajari berbagai macam teknik. Mulai dari pernafasa, penyelaman lakon, dan artikulasi suara. Salah satu pelajarannya adalah meningkatakan daya konsentrasi dalam teknik pernafasan. Kita diajari seperti bermeditasi, mengambang dalam kesunyian namun harus berkonsentrasi dengan baik agar tidak gampang pecah. Disela-sela 'meditasi' kadang mas-mas itu tadi kadang mencoba memusatkan konsentrasi dengan bercerita. Bahkan ada satu orang yang namanya paijo malahan menyuruh kita berlatih di rumah dalam bentuk perenungan.
"Bayangkan saja, ketika kalian berbaring saat hendak tidur di malam hari, sembari menatap langit-langit kamar yang gelap. Perlahan-lahan kalian akan teringat kembali perjalanan hidup kalian. Bahkan tak jarang kalian akan menangis. Pada saat itulah diri kalian akan menjadi sangat rapuh dan kecil dalam kegelapan."
Wow, kata-kata yang hebat sekali. Namun ketika ku praktekan yang ada hanya dalam waktu 5 menit saja saya sudah terlelap. Tidur nyenyak. Tidak pernah satu kalipun berhasil. Ya iyalah, memang perjalanan hidup macam apa yang sudah dialami oleh anak umur 13 tahun? PR Matematika, ujian naik kelas, nggak mau temenan sama si B, naksir si D. Paling banter kalo inget masa lalu adalah mendapat nilai bagus ketika lulus SD.
Ketika itu saya tidak pernah mengerti omongan mas-mas itu deh. Pertobatan macam itu ku rasa tidak akan dialami oleh anak kelas 1 SMP. Hehehe..
Tapi, itu satu fase yang menarik dalam hidupku dan aku teringat saat-saat itu sekarang, ketika aku berumur 21 tahun, tengah memandang langit-langit rumahku dalam kegelapan karena listrik mati. Perkataan itu baru ku pikirkan sekarang. Dan salah satu scene masa lalu tiba-tiba melesat keluar--pop up, dalam kepala ku. Muncul tiba-tiba hingga membuatku tersenyum. Saat inilah, mungkin adalah waktu dimana sudah waktunya saya banyak melamunkan masa depan dan masa lalu secara bersamaan. Membayangkan banyak hal yang sudah terjadi di belakang dan belum terjadi keesokan harinya. Perasaanku begitu random. Melompat-lompat karena terkadang senang, bahagia, sedih oleh kenangan-kenangan juga pemikiran yang membelit otak.
Hanya sebentar saja saya ikut teater. Sedikit pula pengalaman untuk pentas. Di SMA pernah sebentar ikut namun karena ketidak cocokan jadwal membuat saya tidak bisa bergabung lebih lama. Sampai sekarang saya masih suka drama, teater, dan sedikit seni. Hanya penikmat, bukan kritikus, pemain, apalagi pemikir di dalamnya. Namun saya masih memainkan drama hidup saya--tidak sedramatis sinetron, hanya sebiasa drama hidup yang lainnya.

Tuesday, February 9, 2010

Stagnan

Bekerja?
Apakah ini rasanya?

Mungkin hanya sedikit yang baru terasa, namun rasanya sudah mengumpul di kepala.
Bukan perasaan memuakkan sebetulnya, akan tetapi rasa yang sulit.
Sulit untuk diuraikan karena ujung-ujung benang yang saling tarik-menarik.
Aku juga tidak punya keberanian.
Selesai satu hal, tambah satu hal lain.

Lalu, rumah bagaimana kabarmu?
Hal yang selalu membuatku merasa sangat bersalah.
Semuanya tidak masalah tetapi tidak untuk yang satu ini.

Hah. Rasanya tidak bisa berpikir. Ingin mengambang tapi tetap saja terpancing.
Tapi aku takut..
tidak lagi peduli,
tidak lagi berpikir netral,
tidak lagi bersikap sabar
tidak lagi nyaman

Kecil sekali..sangat kecil..hal sepele..

Fight!