Sunday, July 26, 2009

Oldman that never too old

2 minggu ini ku habiskan bersama banyak orang-orang tua. Baik tua umur hingga "tua" dalam pengalaman hidupnya. Bekerja hampir setiap hari di lingkungan Kraton Yogyakarta membuatku harus bertamu di rumah orang-orang itu. Mengobrol dengan para orang tua selalu penuh dengan nasehat--yang terkadang menyenangkan.

Romo Nur, seorang kakek berusia 85 tahun dengan keterbatasan penglihatan namun tak berhenti bicara selama 3 jam non-stop. Darah biru masih mengalir deras dalam tubuhnya namun tak sekalipun ia mau menyebutkan gelar ke-pangerannya itu. "Saya ini dari dulu bergaul dengan orang biasa--tak perlu sebutkan yang semacam itu."

Beliau adalah cucu laki-laki tertua dari Sultan Hamengku Buwono ke-8. Aku curiga, HB ke-8 sangat sayang pada beliau ini dari cerita-cerita kenakalan beliau yang luar biasa. Pergi bermain di luar kampung mana-mana, mencuri mangga hingga tebu, lalu melompat pagar rumah jam 2 pagi--pada masa itu. Cukup bisa menggambarkan bagaimana jaman mudanya dulu kan'?

Cerita-ceritanya tak berhenti sampai dengan mengenang masa lalunya saja. Cerita kehidupan dengan pemikirannya juga tak kalah banyak. Persoalan nasionalisme sebagai Indonesia yang tidak belagu dan tidak "bergaya" hanya karena sudah bisa pergi keluar negeri. Lalu melompat lagi tentang dirinya menyaru dengan penampilan gembel namun fasih berbahasa Belanda.

Kakek ini, hanya satu dari segelintir orang yang sudah hidup hingga mencapai usia 80-an. Para orang tua yang hidup melewati 2 jaman yang berbeda. Orang tua yang terkadang mengernyitkan dahinya ketika melihat modernitas disekeliling mereka. Kadang mereka tidak mengerti dengan tata krama yang diyakini oleh anak muda seperti saya. Dalam wilayah sakral--Jeron Benteng ini, para orang tua harus tinggal dan menikmati masa tuanya. Memperhatikan jaman yang kadang bebasnya keterlaluan.

Mereka tidak dimanjakan oleh internet, sms, handphone, hingga facebook. Jejaring sosial buat mereka tidak maya melainkan pergi keluar rumah dan bertemu sosoknya langsung.

Dan aku merasa sangat muda sekali didepan beliau. Bukan hanya dalam artian usia tetapi juga caraku menjalani hidup ini.

Thursday, July 2, 2009

Bersikap apatis begitu saja

Sudah hampir sebulan lebih semenjak kampanye pemilu presiden dimulai. Rasanya bener-bener muak karena dijejali bermacam rupa iklan sang calon masa depan. Hampir setiap hari, ketika menonton acara teve disaat prime time--iklan-iklan itu dijejalkan. Iklan durasi 30 detik yang isinya janji-janji politik, si ini lebih cepat daripada si itu, yang mana yang pro rakyat. Belum lagi di ruang publik--jalanan yang penuh spanduk dan atribut wajah mereka.

Mungkin sikap ini bisa dibilang sangat apatis terhadap dunia politik negara. Satu contoh konkret generasi muda yang nggak peduli dengan kondisi negaranya sendiri. Cuek dengan permasalahan politik. Cuek dengan masa depan. Sarkastik sekali terhadap para elit yang (ngakunya) berjuang untuk rakyat.

Anak muda? Generasi muda?
Yang macam apakah saya ini?

Yang tentu saja diharapkan tidak hanya sekedar cuek dengan negara yang semakin lama sudah semakin sakit ini. Saya ingin memperbaikinya, turut serta jadi perawat agar negara ini bisa lekas sembuh. Apakah negara ini bisa selamat jika terus digerogoti oleh-oleh politikus sialan itu?

Entah..