Friday, February 18, 2011

random thought

This is a cliche . A common thing to ask by someone who get into twenty-something, like me.

"Hidup ini sebetulnya ngapain sih?"

So, what exactly you want from this life? A very happy story or thee miserable plot? Or both?
It doesn't make any sense nowadays, if ask for it. Maybe it's too late. Or maybe it's time for asking that question? The question popping up in my mind, flashing like thunder, very quick to chewing my brain, and spinning over and over in my dream. Like something you just know the answer but it's hard to say.

Somehow, i can answer that question. But is it the best answer?

I can say, i want some happiness in my life. Having a great time with someone i love, having a best job in the world, having a tons money, taking a journey oversea. And other, and other, and other think like it seems so great. But is it truly great?

And now, like i have a lot thing to see over the world. Life is seems so enough for me. Like i don't wanna have better than this. It doesn't mean i'm asking for stop my life, right now. But...my goal seems so absurd. Now, i don't know again what's my next step for my life.

Sunday, February 13, 2011

So listen to the radio

Malam ini saya ketemuan dengan beberapa teman, asyik jalan-jalan menikmati Yogya yang ruwet dan macet--karena liburan panjang ini. Dalam perjalanan pulang balik, kami sempet ngobrol-ngobrol seru membahas ke-alay-an jaman dulu. Gara-gara inilah saya jadi mengenang salah satu item dari ke-alay-an kami--generasi yang lahir di akhir era 80-an, adalah radio.

Ketika saya menginjak usia belasan, yaitu pada sekitar tahun 99-an, saya mengenal radio sebagai alat paling keren. Saat itu, saya masih duduk di kelas 6 SD, kesukaan baca buku cerita Lima Sekawan, dan saban sore nongkrong chanel radio EMC yang menyiarkan lagu anak-anak dinyanyikan Chikita Meidy, Trio Kwek-Kwek, Maisy, hingga Ira Maya Sofa. Dari setia nongkrong dengan saluran radio saya mulai mengenal kegiatan ini. Cara berkomunikasi yang paling luar biasa dan pada saat bersamaan menjadi satu tren paling gaul se-jagat raya. Kirim salam di radio.


Waktu itu handphone masih belum banyak orang beli karena harganya selangit. Beda dengan sekarang yang kirim salam lewat sms atau twittter, jaman saya masih SMP kirim salam satu-satunya caranya dengan memakai telpon. Entah menggunakan telepon rumah sendiri, pinjam ke rumah tetangga, hingga niat pergi ke wartel. Makanya, mengirim salam lewat telepon ke kantor radio bisa dibilang jadi uji nyali tersendiri. Terutama rasa malu yang menjadi-jadi sehingga omongan kita jadi belibet sendiri.

Ini pengalaman saya waktu masih SMP dan mencoba mengirim salam lewat radio.
Saya ngeliati telepon sambil menarik nafas dalam-dalam, dihembuskan dengan terburu-buru. Jantung rasanya kayak mau meledak. Saya nervous setengah mati. Entah setan apa yang lewat kok mendadak saya menyambungkan telepon demi kirim salam buat kakak kelas super ganteng yang saya taksir.

Tut...tut...
Operator Radio: Ya, Radio Yasika selamat malam.
Saya: Eeee....eh....ehhh.....mau kirim salam mbak (suara kayak orang kumur-kumur)
Operator Radio: Halo? Halo? Apa mbak?
Saya: Uhukkk...uhukkk...(tangan dingin dan keringatan)
Saya mau kirim salam mbak..
Operator Radio: oh...ya silahkan, untuk siapa mbak?
Saya: untuk Deny K di tempat....
Operator Radio: dari siapa?
Saya: Dari Ayu
Operator Radio: Pesannya apa?
Saya: Salam aja...salam-salaman ya...(????????)

Langsung saya tutup begitu selesai bicara. Dan durasi pembicaraan bisa dipastikan kurang dari 1 menit karena saya ngomong super cepat saking groginya...
Dan ketika si penyiar menyampaikannya on air jadinya malah begini.
"Salam berikutnya yaitu untuk Deny K salam sayang dari Ayu"

Great! Banyolan salam itu berubah karena omongan kumur-kumur yang ditanggapi berbeda. Semalaman saya berdoa semoga gak ada yang satu orangpun temen saya atau orang di sekolah yang engeh akan salam sayang itu. Kalau enggak bisa mampus adek kelas berani naksir kakak kelas ganteng. Dan untungnya di Yogya ini ada puluhan orang bernama Ayu dan Deny serta ada sekitar belasan saluran radio. Dengan segala itung-itungan probabilitas. Saya selamat. No one notice that!

Guilty pleasure saya yang lain dengan radio adalah mendengarkan acara curhat pembaca. Lagi-lagi hal konyol lain yang pernah saya lakukan dengan teman-teman. Buat yang nggak familiar. Di radio ada acara yang disiarkan tiap jam 9 malam membacakan surat-surat yang isinya curhatan para pendengarnya. Naaaa...waktu saya masuk SMA kelas 1, saya dan kedua teman melakukan hal iseng. Mengirim e-mail ke acara tersebut dan bercerita soal cinta. Aku--tokoh yang curhat, anak kelas 1 yang terpesona dengan kakak kelas ganteng yang ikut ekskul baris-berbaris, dan hujan turun terus si kakak kelas dengan gentleman menemani si aku yang menunggu hujan. Dari situ percik-percik cinta muncul dan mereka jadian. Diakhir surat aku minta diputarkan lagu cinta dengan tema yang pas.

Romantis dan fiktif. Sumpah ya, waktu itu kita bertiga hanya iseng. Cerita tulisan pun memang mengambil figur kakak kelas yang betulan ada dengan nama yang sama, namun si aku itu cuma tokoh rekaan kami. Buat iseng. Ternyata keisengan kami pun membuat heboh. Nggak nyangka juga ternyata banyak juga cewek-cewek yang ngedengerin acara curhatan di radio. Karena besoknya temen-temen cewek si kakak kelas cowok dibombardir disuruh klarifikasi cerita "jadian" itu. Bahkan temen-temen sekelas ku pun ikutan menggosip. Wew ternyata...

Banyak sekali kekonyolan yang semua berhubungan dengan radio. Curhatan konyol, salam-salam gila untuk cowok yang ditaksir, ke-eksis-an genk cewek di sekolah. Semuanya pernah dilakukan lewat radio. Rasanya lucu banget kalo mengenang semua itu. Namun memang itulah kesempatan kami untuk konyol dan bertindak gila. Segala pemakluman bisa didapatkan kalo dilakukan oleh remaja. Remaja--muda, naif dan idiot. Hahahaha :D