Sunday, September 8, 2013

I Heart Korean Drama!

Sejak lebaran, atau yang berarti awal bulan Agustus 2013, saya lagi keranjingan banget nonton serial drama Korea yang berjudul The Master's Sun. Yang membuatnya menarik adalah genre ceritanya yang tidak biasa: horor-drama-komedi-romantis.

The Master's Sun ( 주군의 태양 :Jugun-ui Taeyang)
Ceritanya berpusat pada Tae Gong Shil (Gong Hyo Jin), seorang gadis yang dahulu merupakan cewek populer tetapi karena sebuah kecelakaan membuatnya dapat melihat hantu. Kemampuan untuk melihat sesuatu yang tidak dapat dilihat oleh orang lain ini membuatnya berubah menjadi gadis suram. Gong Shil memiliki lingkar hitam tebal di bawah matanya karena tidak pernah dapat tidur nyenyak akibat diganggu oleh hantu. Ia pun bertemu dengan Jo Joong Won (yang dimainkan secara apik oleh So Jisub) seorang CEO Kingdom Mall yang rakus dan selalu menghitung semua perkara dengan uang. Apabila Gong Shil menyentuh Joong Won, secara ajaib hantu-hantu yang mengejarnya hilang begitu saja. Hal ini yang membuat Gong Shil dengan gigih berusaha mendekati Joong Won. Dalam perjalanannya, Joong Won mulai menerima keberadaan Gong Shil bahkan ia pun mulai melindungi perempuan itu. 

Gong Hyo Jin & So Jisub
The Master's Sun merupakan satu paket drama korea komplit. Serial ini hadir dengan jalinan cerita tak biasa (cerita cinta berbalut horor!?), para pelakonnya yang memiliki kualitas akting jempolan, soundtrack lagunya yang mengantarkan emosi kepada para penonton, dan tentu saja visualisasi apik. Tak heran apabila drama ini memiliki rating tinggi di Korea Selatan sana.

Serial ini masih berjalan di Korea dan baru memasuki episode 10 dari 16 episode yang direncanakan. Mungkin, ini pertama kalinya saya benar-benar kecanduan drama serial Korea sampai taraf yang agak mengkhawatirkan. Sejak awal bulan Agustus, saya bersabar ditiap minggunya menunggu agar dapat menonton drama ini secara online. Minggu ini, saking tidak sabaran melihat kelanjutan kisah Gong Shil dan Joong Won, saya pun nekad nonton chanel SBS (stasiun yang menyiarkan serial ini) via streaming. Yang berarti saya nonton mereka dengan bahasa Korea tanpa subtitel. Saya cuman ngerti sepatah-patah kata itupun saya ketawa aja ngeliat dua tokoh utamanya saling berinteraksi. 

Hebat. Saya sendiri sampai heran kenapa pengaruh sebuah drama ini begitu besar. Ironisnya adalah saya nggak pernah punya kemauan sebesar ini untuk nonton sinetron Indonesia. Mungkin terakhir kali saya begitu bersemangat mengikuti satu serial di televisi Indonesia ketika RCTI menayangkan 'Si Doel Anak Sekolahan'.

Dalam sebuah obrolan ringan, seorang teman pernah nyeletuk: "Drama Korea itu sebenernya sama aja kayak sinetron Indonesia--cuman digarap lebih serius dan dibintangi oleh artis-artis yang lebih cantik dan ganteng."

Mungkin memang benar adanya. Apa sih formula sinetron di seluruh dunia itu? Semua hampir sama, plot cerita, twist-nya, pemainnya, pakem-pakemnya. Hampir semua drama yang ditayangkan di televisi menghadirkan kisah seragam. Tetapi yang menggelitik adalah, industri sinetron di Indonesia tidak mampu menghadirkan produk yang dapat dinikmati oleh orang-orang yang bukan native nya. Kini hampir seluruh orang di belahan dunia ini kenal budaya pop Korea. Amerika, Jepang, Belanda, Thailand mereka menikmati cerita drama korea ini padahal secara kultur tentunya jauh berbeda. 

 Apa yang berbeda antara industri Korea dan Indonesia kalau begitu?

Kalau menurut pendapat pribadiku sih. Industri sinetron di Indonesia tidak pernah mau digarap dengan serius tapi mampu menghasilkan putaran uang luar biasa. Lihat aja di sinetron Indonesia, mulai dari properti dan kualitas akting setara dengan pentas drama anak SMA, tapi mampu menghasilkan rupiah hingga 10 digit. Memang sih sesuai prinsip ekonomi, mengeluarkan sesedikit mungkin untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya. Luar biasa.

Tetapi apakah hanya mau sampai disana saja? Sayang sekali, industri sinetron Indonesia justru malah mundur jauh ke belakang. Lihat era emas sinetron Indonesia di tahun 90-an. Lihat serial 'Tersanjung' yang dibikin hingga season 13 kali. Atau Si Doel Anak Sekolahan yang dibikin hingga season 5. Mereka masih menampilkan jalinan cerita apik dan seting pengambilan gambar yang berkualitas. Jauh sekali jika dibandingkan dengan sinetron yang ada sekarang ini. 

Industri sinetron Indonesia ini sangat tipikal cermin dari negara berkembang yang masih memandang sesuatu dari perspektif ekonomis saja. PR yang sangat jauh lebih berat jika kita bermimpi ingin bersaing di kancah dunia internasional dengan industri kreatif kita yang seperti ini.

Setelah hampir dua dekade kita masih memikirkan industri sinetron sebagai alat pemutar uang dan penghasil mimpi tanpa logika. Jauh sekali bila dibandingkan dengan industri Korea yang tidak saja hanya membuat kita bermimpi namun juga memberi pandangan terhadap kultur budaya Korea dengan etos kerjanya yang luar biasa.

Sayang sekali, mata kita masih buta. 

Thursday, June 20, 2013

Titik

Ada orang yang telah berlayar hingga ketujuh samudera. Ada orang yang telah berkelana menapaki sesaknya jalanan kota dongeng. Ada pula orang yang telah mendaki hingga puncak dunia.

Namun ada pula orang yang hanya diam tinggal dalam rumah. Menunggu cerita perjalanan dari orang-orang hebat itu. Menanti dengan sabar. Tua dalam rutinitas.

Semua orang bebas memilih. Aku rasa.
Ingin menghabiskan waktu dalam perjalanan. Atau menjadi tua dalam ruitinitas.

Tetapi, pada satu waktu, terkadang kita tidak dihadapkan dengan pilihan tersebut.
Bukan karena kita mau, tetapi karena kita harus menjalani salah satu dari sekian banyak pilihan.

Dan ketika berada di titik itulah, kita harus berdamai dengan diri kita sendiri. Berdamai dengan keadaan.

Thursday, June 13, 2013

Perjalanan Sepi

Tidak ada yang luar biasa saat ini. Aku hanya duduk sendiri di balik jendela besar--tengah menatapi siraman derasnya hujan. Semuanya ada dalam kesendirian. Sudah semenjak lama, aku mungkin memilih untuk berkompromi dengan diriku sendiri. Ada kalanya kehidupan ini memang harus dijalani sendiri.

Hidupku tidak sebingar dahulu. Waktu yang membawaku ke perjalanan sepi ini. Berteman dengan mimpi untuk menciptakan dunia imajinasi. Aku tidak keberatan. Aku akan coba membiasakan diri.

Mungkin akulah yang memisahkan diri dalam perjalanan ini. Diam-diam menciptakan duniaku sendiri dalam keheningan.

Biar saja.

Biar saja waktu yang menentukan. Hidup seharusnya bingar atau sunyi.
Aku akan menikmati keduanya.

Wednesday, April 10, 2013

Menulis Ketakutan

Beberapa hari belakangan ini, memang ada belenggu yang saya rasakan. Mungkin benar, belenggu itu datang dari jiwa kita sendiri. Dengan kata lain, jiwa inilah yang tidak sehat. 
Aku takut menuliskan sesuatu. Mungkin karena ingat, kritikan tajam itu. Satu-satunya yang aku tahu, itu rupanya membuatku takut menulis. 

Hebat. Ternyata aku tak setegar yang bisa ditangkap oleh orang. 
Aku ingat hari-hari belakangan ini rasanya sulit untuk mendongengkan kisah yang seharusnya sudah kutuliskan. Gugup, gamang, takut, capek. Jiwa sakit ini mungkin yang menyebabkanku tidak bisa menuliskan apa-apa. 

Aku sudah tertinggal jauh. Yang lain sudah lari hampir separuh putaran. Masih juga aku berkutat di start.
Tapi hari, optimismeku melambung naik ke angkasa. 
Aku ingin memperbaiki jiwaku yang sedang tidak sehat. 
Setidaknya kembali pada diriku. 
Kembali pada keberanianku yang pernah menulis puluhan halaman, lalu dikirimkan pada sebuah acara penulisan, dan terpilih dari ratusan naskah(mungkin). Aku harus kembali percaya pada diriku sendiri, kesempatan seperti ini tidak akan datang untuk kedua kalinya. Sayang kalo dilewatkan.

Dan mungkin jalanku mencapai mimpi yang pernah kukubur dalam-dalam bisa terbentuk. Pelan. 
Yang perlu dipikirkan kini adalah bagaimana caraku mengatasi belenggu rasa takut. 

Thursday, March 7, 2013

Resolusi Satu

Kadang kita merasa, ide yang kita punya tidak se-brilian milik orang lain.
Kadang pula, kita merasa tulisan yang kita bikin tak secemerlang milik orang lain yang bisa menghadirkan kata demi kata, diksi yang menggugah, dan kalimat yang menyihir.

Sejujurnya, saya jauh dari itu semua. Lagi-lagi menjadi tidak percaya diri.
Namun, demi mengembalikan kepercayaan diri saya, lebih baik begini deh..
Saya mengingat kembali tujuan saya menulis, mencemplungkan diri dalam wadah ini,
Apa?

Pembuktian diri. Punya satu karya, selain skripsi, yang berjumlah ratusan halaman. Untuk diri sendiri dulu.

Monday, February 25, 2013

Licin

Ketika Tahun Baru Imlek tahun yang lalu, ramai sekali surat kabar memberitakan tentang resolusi di tahun ular ini. Ahli ramal angkat bicara mengenai tahun yang disimbolkan hewan licin berdarah dingin ini. Represntasi kelicikan ular ini direfleksikan pada gambaran kemungkinan tahun 2013 sebagai tahun politik yang penuh kelicikan. 

Yah. Saya bicara mengenai tahun 2013 sebagai tahun terpanas di panggung politik Indonesia. Setahun menjelang pemilihan presiden. Sepanjang hidup saya--semenjak sekolah dasar saya mengikuti berita politik Indonesia, mungkin ini adalah pertama kalinya saya merasa politik paling kotor yang pernah terjadi di Indonesia. Semua orang berebut kursi kekuasaan, blocking media demi menyetir opini masyarakat, lompat sana-sini mencari koalisi. You name it. Apa lagi yang belum dilakukan politisi itu?

Kali ini saya ragu untuk memilih. Ada ketakutan tersendiri kita nanti pilihan kita justru akan membuat kesalahan bagi negara ini. Namun, bila tidak memilih kita juga tidak bisa mengeluh karena negara tidak bisa melakukan apapun. 

Kegamangan saya, mungkin mewakili perasaan anak muda yang memiliki ketidak percayaan besar terhadap sistem pemerintahan yang sudah sakit begini. Politik semakin kotor, kehilangan sosok pemimpin yang mampu membuat kita bekerja sama antara negara dan rakyat. Dan dengan kepercayaan diri seperti apa anda yakin memiliki kemampuan dan kebaikan untuk menjadi pemimpin? 

Tanyakan pada orang-orang yang berlomba mencari capres 2014. 

Sunday, January 13, 2013

Rough Night

Dalam hidup, kita memang tidak selalu akan mendapatkan apa yang kita inginkan. Apa yang kita harapkan belum tentu bisa kita dapatkan. Mungkin, pada suatu masa seseorang akan mengatakan kepada "Hidup ini tidak adil".

Beberapa saat ini, ketidakadilan dalam hidup ini coba ku kompromikan. Nyatanya, semua tetap berujung terasa tidak adil. Apa yang ku miliki seperti tersia-siakan hanya karena aku tidak beruntung. Apa yang seharusnya telah betul-betul ingin aku kerjakan, ingin aku wujudkan, ide brilian yang aku punya mentah oleh realita dan kompromi ku terhadap apa yang seharusnya sejak awal aku perjuangkan malah ku buang.

Ini adalah momen betapa aku sangat menyesali telah berkompromi pada ketidakadilan yang menyapaku. Bercermin dari semua yang pernah ku pandang selama ini, rupanya tidak semua harus dikompromikan. Ada saatnya memang kamu harus berjuang mempertahankan idealisme. Setidaknya kamu akan jauh lebih menyukai dirimu yang seperti itu dibandingkan dengan berubah haluan menjadi seseorang dengan kemampuan setengah-setengah seperti aku sekarang ini. It kills me slowly. 

Pada, kegelapan hati yang tengah menyelimuti ku kini aku hanya berharap terang kan datang. Dan bahwa hari esok akan jauh lebih baik, aku mati dengan terhormat. Berdiri dengan kebanggaan dan sisa idealisme yang ku punya.

Sunday, January 6, 2013

Menyeret Tubuh

Fraktura Metatarsal V.
Atau nama keren untuk patah tulang telapak kaki kanan, tepat dibagian ruas kelingking. Akibatnya, kaki saya harus digips hingga betis. Kesulitan untuk berjalan dengan kaki normal yang membuat saya selama sebulan ke depan bergantung sekali dengan krek sebagai alat bantu jalan. Crutches dalam bahasa inggrisnya.

Ini adalah momen awal tahun yang tidak pernah saya harapkan terjadi. Setidaknya, tidak tepat waktu dengan keinginan saya berkejaran ingin segera menuntaskan studi. Saya jadi bergerak sangat lambat dan melelahkan. Pengalaman ini, bisa dipetik hikmahnya untuk jangan lupa memakai kacamata ketika berjalan dan selalu berhati-hati. Kata seorang teman, ini saatnya saya belajar lembut.

Minggu pertama dengan gips dan krek saya habiskan dengan beradaptasi. Mulai dengan badan yang pegal dan kerepotan lainnya: gips harus tetap kering, nggak boleh jalan menapak, dan otot yang makin kencang dan tegang. Ada satu hari yang saya lalui dengan kelelahan luar biasa akibat memaksakan diri untuk berjalan seperti kehidupan normal saya. Belum lagi rasa iri dan tidak enak hati terhadap orang yang dapat berjalan dengan normal namun harus ikut ribet dengan saya.

Saya turut bersimpati kepada kaum difabel yang bertahun-tahun menghabiskan waktunya dengan kekurangan. Mereka cacat permanen sementara saya hanya sebulan saja sudah mengeluh tiap menit. Ini cara Tuhan untuk mengingatkan betapa beruntung hidup yang saya jalani hingga saat ini. Jangan lupa untuk terus bersyukur, sembahyang, dan mengingat Tuhan pada tiap nafas yang dihembuskan. 

Bismillah

Saturday, January 5, 2013

Dream of not knowing

Kejadian ruwet kuarter pertama awal tahun 2012 yang lalu membuat ku jadi sedikit lebih berhati-hati. Dalam bersikap, bertindak, memutuskan sesuatu, dan menjadi seseorang tega. Sejujur akan selalu sulit bagi ku bila melakukan hal tersebut. Sebetulnya, aku sama terlukanya dengan mereka yang telah ku lukai, mungkin rasanya jadi berkali lipat karena perasaan itu tadi. Karena itu, mungkin kedengarannya aku bersikap seperti pengecut yang buru-buru kabur dan menutup pintu. I locked my heart. Cara yang paling mudah untuk tidak lagi menimbulkan kekacauan batin seperti yang terjadi tahun lalu. 

I better know nothing. Lebih baik, aku tidak tahu apa-apa dan biarkan aku terperangkap dalam ketidak tahuan ku yang justru akan lebih aman bagi mereka semua. Ya, memang terasa salah sistem kerja berpikir ku. Mungkin hati ku sudah terkunci untuk perasaan yang takut untuk aku sentuh kembali. Setelah tahun-tahun belakangan ini, keadaannya jadi jauh lebih baik--tapi tidak memungkiri rasanya aku masih berputar dengan hal yang sama. Yaitu berputar dengan diri ku sendiri dan ego ku sendiri. I choose to stay for unknown periods. 

Berhubungan ini awal tahun, mungkin rasanya tepat juga apabila memohon sebuah permintaan kepada Tuhan. Nggak muluk, mungkin hanya berdoa biar dikirimkan seseorang yang bisa membuka kunci yang udah terlanjut karatan di hati ini. In a cool way, of course. Not to let me wanna run, please..