Thursday, January 26, 2012

29 Menit

Pagi ini aku mengambil trayek trans jogja menuju kampus dengan tujuan mulia--hendak menghadap dosen pembimbing. Beberapa hari ini rasanya pikiranku seperti kebas, lagi-lagi karena skripsi dan lain-lainnya. Datanglah bus yang ku tunggu sejak tadi. Akhirnya. Ku pandangi jam dinding yang ada di shelter bus, "pukul 10.10 pagi". Tampaknya aku telah menunggu 10 menit untuk mendapatkan bus tujuan ku. Lumayan cepat juga tidak seperti biasanya. 

Ketika masuk ke dalam bus, aku tidak memilih tempat duduk di belakang--seperti favorit ku jika naik bus ini. Ku ambil sembarang tempat kursi kosong yang ada tanpa berpikir. Lalu disitulah. Mata kami bersirobok. Beradu pandang untuk pertama kalinya. Tanpa tedeng aling-aling dalam otakku bekerja, mengingat tanpa permisi judul buku Lupus terbitan lawas, "Makhluk Manis Dalam Bis". 

Senyum tipis perlahan terbentuk di wajah kusut ku. 

Kami duduk berhadapan. Tak sengaja karena pilihan duduk ku yang sembarangan itu tadi. Sembarangan seperti takdir. Apa? Belum-belum kepala ku sudah panas juga karena pikiran ngelantur tentang takdir. Aku mendengus dan dia menolehkan pandangannya padaku. Cepat-cepat langsung aku menunduk dan pasang tampang sok inosen--aku tidak mau dicap sebagai stalker dadakan. Ku pasang sumpelan kuping, menyalakan iPod dan sembarangan memilih lagu. Tak lupa, ekor mataku perlahan-lahan mencuri pandangan padanya.

Entah sejak kapan, aku tidak seperti ini? Sebulan? Tiga bulan? Atau kah sudah setahun? Perasaan normal untuk mengagumi seseorang yang antah berantah entah darimana. Aku terkagum-kagum pada diriku sendiri. Patah hati itu memang mengerikan karena kita akan kehilangan perasaan normal mu sebenarnya. Seperti halnya jatuh cinta, patah hati akan membuat segalanya tampak tidak pada tempatnya. Sayangnya bukan senyum sinting jika ketemu pujaan hati tapi buraian air mata yang tak kunjung berhenti karena cinta itu telah patah. 

Ku gelengkan kepala ku. Tepat di depan ku sudah ada versi Indonesia dan lebih muda dari Cha Seung-Won. Mulai dari potongan rambutnya, kumis tipis yang sama sekali tidak seperti kumis lele, dan parasnya yang sungguh memukau. "Helloooooo..masih juga kah kepala mu mengingat cinta lama yang sudah berceceran itu?"

Aku tersenyum dengan pandangan setengah melamun. Tidak pada orang itu tentu saja--nanti aku dikira cewek maniak. Aku tersenyum pada jendela bus yang bergetar ketika bergerak. Pura-pura pasang tampang sok cuek padahal setengah mati mata ku jumpalitan mencuri ingatan manis tentang orang itu.

Pikiranku mulai bekerja. Lakukan hal gila. Minta kenalan. Minta nomer telpon. Apa saja hal gila dan normal untuk cewek-cewek cantik yang iseng mencari pacar. Sementara otak waras ku berteriak untuk realistis untuk tidak melakukan hal konyol apapun itu tentang laki-laki dan mempermalukan diri sendiri. 

Aku kehilangan nyali seolah telah patah karena kemampuan ku untuk menarik perhatian cowok seperti telah pudar. "Padahal dulu...dulu pun kamu juga tidak punya ide untuk menarik perhatian laki-laki kan'? "
Aku tertawa sendiri sehingga perempuan disebelah menengok ke arahku. Memastikan aku orang yang cukup waras untuk duduk bersebelahan. 

Ok. Mungkin sekarang saatnya aku harus spontan. Apa saja yang dapat mengusir kebas dalam dadaku yang semakin lama semakin tidak mutu. Ajak kenalan atau iseng mengajak ngobrol cowok asing di tempat yang tidak biasa. Memalukan juga tak apa-apa. Aku menyemangati diri ku sendiri. Berjuang mencari versi diri ku yang dulu. Aku bersiap hendak menyapanya. 

"Perhatian bagi para penumpang, sebentar lagi kita akan sampai di shelter panti rapih. Jangan lupa barang bawaan anda." Penjaga pintu bus berujar dalam kebosanan yang sudah dilakukan berkali-kali sepanjang hari ini. 

Aku tertawa. Ini pemberhentian ku--untuk menapak pada realita tidak normal ku dan berhenti mengagumi cowok ganteng yang ku temukan di dalam bus. Gagal sudah misi konyol ku, namun sepenuh hati aku berterima kasih pada otak waras ku yang membuatku tidak melakukannya. Aku menengadah menatap sekilas jam dinding yang bertengger di atas pintu keluar shelter tempat ku turun. "Pukul 10.39", ku pastikan waktu janjian dengan dosen nanti siang. 

Langkah ku mantap menapak untuk segera menuju kampus. Aku tersenyum lebar, masih dengan mata ku yang kuyu bekas begadang semalam, dan kebas yang kembali merasuk di dalam dada. 29 menit aku berada di surga--tempat dimana aku merasa normal. 

No comments: